my Inspiration

Minggu, 10 April 2016

ORGANIK



Text Box: Paraf Asisten 



LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK
Judul                          : Ekstrasi Piperin dari Buah Lada
Tujuan Percobaan    : Mempelajari teknik pemisahan senyawa dari padatan dengan cara ekstraksi
Pendahuluan
Lada dengan nama latin Piper nigrum, sudah dikenal sebagai penyedap makanan, mengatasi bau badan, perasa makanan yang beraroma tak sedap, serta pengawet daging. Jenis lada ada dua yaitu lada hitam dan lada putih. Lada hitam didapat dengan memetik buah yang masih hijau, mengupasnya, difermentasi untuk menambah rasa lada, kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari dan rasanya lebih pedas. Lada putih diperoleh dengan memetik biji yang sudah masak dan berwarna merah, diremas perlahan- lahan dan direndam dalam air, kulit dan daging buah dibuang sebelum dikeringkan di sinar matahari (Septiatin, 2008).
Lada mengandung minyak atsiri, pinena, kariofilena, lionena, filandrena alkaloid piperina, kavisina, piperitina, piperidina, zat pahit dan minyak lemak. Rasa pedas disebabkan oleh resin yang disebut kavisin. Kandungan piperin dapat merangsang cairan lambung dan air ludah. Selain itu lada dapat menghangatkan dan melancarkan peredaran darah (Septiatin, 2008).
Rasa pedas buah lada disebabkan adanya alkaloid piperine, chavisine dan piperettine saat minyak pati menghasilkan aroma lada. Kedua bagian tersebut membentuk oleoresin yang dapat diperoleh melalui proses ekstraksi pelarut. Kepedasan lada juga dipengaruhi oleh varieti dan persekitaran penanaman lada (Septiatin, 2008).
Piperin terdapat dalam beberapa spesies piper dan dapat dipisahkan baik dari lada hitam maupun lada putih. Perdagangan piperin juga dapat ditemukan pada cabe jawa. Kandungan piperin biasanya berkisar antara 5-92%. Struktur piperin adalah sebagai berikut :
Gambar 1. Struktur Piperin (Anwar,dkk.1994).
          Piperin (1-piperilpiperidin) merupakan alkaloid dengan inti piperidin. Piperin berbentuk kristal berwarna kuning. Piperin dapat mengalami foto- isomerisasi oleh sinar membentuk isomer isochavisin (trans- cis), isopiperin (cis- trans), chavisin (cis- cis), dan piperin (trans- trans). Piperin merupakan salah satu dari golongan alkaloid (Anwar, 1994).
Sifat alkaloid yang paling penting adalah kebasaannya. Metode pemurnian dan pencirian umumnya mengandalkan sifat fisiknya, dan pendekatan khusus harus dikembangkan untuk beberapa alkaloid yang tidak bersifat basa. Alkaloid biasanya diperoleh dengan cara mengekstraksi bahan tumbuhan memakai air yang diasamkan dengan melarutkan alkaloid sebagai garam atau bahan tumbuhan dapat dibasakan dengan natrium bikarbonat dan sebagainya. Basa bebas diekstraksi dengan pelarut organik seperti kloroform, eter dan sebagainya. Radas untuk ekstraksi sinambung dan pemekatan khususnya berguna untuk alkaloid yang tidak tahan panas. Pelarut atau pereaksi yang telah sering dipakai seperti kloroform, aseton, amonia dan metilena klorida dalam kasus tertentu harus dihindari. Beberapa alkaloid yang dapat menguap dapat dimurnikan dengan cara penyulingan uap dari larutan yang dibasakan. Larutan dalam air yang bersifat asam dan mengandung alkaloid dapat dibasakan lalu alkaloid diekstraksi dengan pelarut organik sehingga senyawa netral dan asam yang mudah larut tertinggal dalam air (Underwood, 1981).
Karakter dasar berbagai alkaloid digunakan untuk mengisolasinya. Alkaloid diambil ke dalam larutan asam berair (umumnya asam hidroklorida, sitrat, atau tartarat) dan komponen netral atau bersifat asam dari campuran asal dipisahkan dengan ekstraksi pelarut. Setelah larutan berair dibasakan, maka alkaloid diperoleh dengan ekstraksi ke dalam pelarut yang sesuai (Sastrohamidjojo, 1996).
Ekstraksi adalah proses penarikan suatu zat dengan pelarut. Ekstraksi menyangkut distribusi suatu zat terlarut (solut) diantara dua fasa cair yang tidak saling bercampur. Teknik ekstraksi sangat berguna untuk pemisahan secara cepat dan bersih, baik untuk zat organik atau anorganik, untuk analisis makro maupun mikro. Selain untuk kepentingan analisis kimia, ekstraksi juga banyak digunakan untuk pekerjaan preparatif dalam bidang kimia organik, biokimia, dan anorganik di laboratorium. Tujuan ekstraksi ialah memisahkan suatu komponen dari campurannya dengan menggunakan pelarut. Proses ekstraksi dengan pelarut digunakan untuk memisahkan dan isolasi bahan-bahan dari campurannya yang terjadi di alam, untuk isolasi bahan-bahan yang tidak larut dari larutan dan menghilangkan pengotor yang larut dari campuran (Khopkar, 1990).
Teknik ekstraksi sangat berguna untuk memisahkan secara cepat dan bersih baik untuk zat organik maupun zat anorganik. Cara ini dapat digunakan untuk analisis makro dan  mikro. Ekstraksi secara umum adalah proses penarikan suatu zat terlarut dari larutannya di dalam air oleh suatu pelarut lain yang tidak dapat bercampur dengan air ( Purwani, 2008).
Metode ekstraksi yang digunakan untuk mengisolasi piperin dari lada hitam tersebut adalah ekstraksi soxhlet yang merupakan pemisahan satu atau beberapa bahan dari suatu padatan dengan menggunakan bantuan pelarut. Pemisahan terjadi atas dasar kemampuan larut yang berbeda dari komponen-komponen dalam campuran atau pemilihan jenis pelarut ini didasarkan atas beberapa faktor, yaitu selektivitas, kelarutan, kemampuan tidak saling campur, reaktivitas, titik didih, dan kriteria lainnya (Bernasconi, 1995).
Prinsip Kerja
Prinsip kerja pada percobaan ini adalah pemisahan suatu komponen yang terdapat dalam zat padat dengan cara penyaringan berulang ulang dengan menggunakan pelarut tertentu, sehingga semua komponen yang diinginkan akan terisolasi..
Alat
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah sokhlet, labu alas bulat, kondensor, timbangan, mantel pemanas, Erlenmeyer 100 mL, ice-bath, penangas air, pipet mohr, gelas ukur, corong penyaring, dan alat penentu titik leleh.
Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah diklorometana, pelarut aseton:heksana (3:2), kertas saring, serbuk lada.
Prosedur Kerja
10 gram serbuk lada ditimbang lalu bungkus dengan kertas saring. Sampel dimasukkan kedalam alat soxhlet. Diklorometana dimasukkan sebanyak 20 mL kedalam labu alas bulat 50 mL dan diatur alat tersebut menjadi alat sokhlet. Heating mantle dipanaskan selama beberapa sirkulasi sampai terekstrak sempurna (sekitar 1 jam). Labu didinginkan hingga suhu kamar. Ekstrak yang diperoleh dipindah kedalam erlenmeyer 100 mL dan dievaporasi pelarut diklorometana dengan penangas air hingga diperoleh cairan kental seperti minyak kecoklatan. Didinginkan dalam ice-bath dan ditambahkan 6 mL eter dingin sambil diaduk selama 5 menit. Dievaporasi kembali pelarut yang ada menggunakan penangas air. Ekstrak didinginkan dalam ice bath dan tambahkan 6 mL eter dingin sambil diaduk. Didinginkan kembali selama 10 menit sampai terbentuk kristal jarum. Kristal disaring dan dicuci dengan 5 mL eter dingin. Isolate piperin dimasukkan kedalam tabung reaksi dan dilarutkan dengan pelarut campuran aseton:heksana (3:2) panas dengan jumlah pelarut seminimum mungkin. Tabung reaksi diamkan pada suhu kamar sampai kristal piperin terbentuk kembali (sekitar 15 menit). Dilanjutkan dengan pendinginan tabung reaksi dalam ice bath selama 20 menit. Kristal yang terbentuk disarin g dan dicuci dengan 5 mL eter dingin. Kristal dikeringkan diudara, ditimbang dan ditentukan titik lelehnya.
Waktu yang Dibutuhkan
No.
Kegiatan
Jam
Waktu
1.
Persiapan praktikum
07.00 – 07.10
10 menit
2.
Preparasi sampel
07.1007.40
30 menit
3.
Memasang set alat sokhlet
07.4008.00
20 menit
4.
Ekstraksi piperin dari buah lada
08.0010.30
90 menit
5.
Evaporasi dengan diklorometana
10.30 – 10.

Total waktu
150 menit
Hasil dan perhitungan
Pengukuran
Hasil
Serbuk lada
6 gram
Siklus
8 kali
Berat kertas saring
0,5gram
Kertas saring + filtrat
0,66 gram
Berat filtrat
0,16 gram
Perhitungan
Rendemen =  x 100 %
                 =  x 100 %
                 = 2,6 %
Pembahasan
            Percobaan kali ini berjudul ekstraksi piperin dari buah lada. Metode yang digunakan pada ekstraksi ini adalah metode ekstraksi continyu untuk memperoleh senyawa piperin yang terdapat dalam buah lada. Lada yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah lada yang sudah berbentuk serbuk. Tujuan dari penggunaan lada yang berbentuk serbuk ini adalah karena pada bentuk serbuk ini zat-zat yang terkandung di dalam lada mudah melarut dalam pelarut yang digunakan. Hal ini karena semakin halus serbuk, maka kelarutan akan meningkat karena semakin banyak terjadi kontak dengan pelarut, sehingga semakin banyak zat yang dapat terbentuk dan semakin efisien proses pemisahan atau ekstraksi yang terjadi.
Jenis ekstraksi yang digunakan adalah ekstraksi soxhlet. Ekstraksi soxhlet merupakan pemisahan satu atau beberapa bahan dari suatu padatan dengan menggunakan bantuan pelarut dan memanfaatkan pemanasan untuk destilasi pelarut. Prinsip soxhlet ialah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya sehingga terjadi ekstraksi kontiyu dengan jumlah pelarut konstan dengan adanya pendingin balik. Metode ekstraksi soxhlet dipilih untuk percobaan ini karena sampel yang digunakan yaitu lada berupa padatan. Selain itu pelarut yang digunakan lebih sedikit (efesiensi bahan) dan larutan sari yang dialirkan melalui sifon tetap tinggal dalam labu, sehingga pelarut yang digunakan untuk mengekstrak sampel selalu baru dan meningkatkan laju ekstraksi, waktu yang digunakanpun lebih cepat. Kerugian metode ini ialah pelarut yang digunakan harus mudah menguap dan hanya digunakan untuk ekstraksi senyawa yang tahan panas. Metode ekstraksi kontinu yang dilakukan bertujuan untuk memperoleh hasil ekstrak yang lebih murni.
Pelarut yang digunakan pada ekstraksi ini sebaiknya memenuhi syarat pelarut yang baik seperti pelarut tidak bereaksi dengan zat yang akan dimurnikan, pelarut dapat melarutkan zat yang akan dimurnikan, dan titik didih pelarut lebih rendah dari titik didih zat yang akan dimurnikan. Diklorometana merupakan pelarut yang baik karena tidak bereaksi dan dapat melarutkan zat yang akan dimurnikan. Diklorometana juga mempunyai titik didih yang lebih rendah jika dibandingkan dengan piperin yaitu sekitar 39.75° C, sehingga diklorometana dapat digunakan sebagai pelarut untuk melarutkan senyawa piperin yang ada dalam buah lada.
Percobaan ini diawali dengan menyiapkan set alat ekstraksi soxhlet. Set alatnya seperti gambar dibawah ini:
images
Langkah selanjutnya yaitu menimbang serbuk lada sebanyak 6 gram. Lada yang telah ditimbang selanjutnya dilakukan tahap preparasi atau persiapan, yaitu menempatkan sampel yang berupa lada pada thimble. Thimble adalah wadah sampel berpori berupa kertas saring yang berbentuk lonjong dan diikat dengan benang gandir sedemikian rupa agar serbuk tidak pecah atau keluar dari kertas saring pada saat proses ekstraksi berlangsung. Kertas saring digunakan sebagai pembungkus karena kertas saring mempunyai dinding yang tipis dan berpori yang dapat memperudah pelarut untuk menyerap piperin yang terkandung di dalam sampel. Pelarut yang berupa diklorometana dimasukkan dalam labu alas bulat.
            Langkah selanjutnya yaitu proses ekstraksi. Proses ekstraksi berlangsung dengan menerapkan prinsip sokhletasi. Terjadinya proses sokhletasi diawali dengan pemanasan pelarut diklorometana dalam labu alas bundar sehingga menguap dan didinginkan menggunakan kondensor sehingga jatuh menjadi cairan ke lada untuk melarutkan zat aktif di dalam lada tersebut. Larutan diklorometana yang digunakan sebelumnya ditambahkan batu didih dengan tujuan untuk mempercepat proses pemansan. Apabila cairan telah mencapai permukaan sifon maka seluruh cairan pelarut diklorometana yang membawa zat aktif di dalam lada akan keluar melalui pipa kecil menuju labu alas bundar, sehinggga terjadilah satu kali sirkulasi. Proses ini terjadi secara kontinyu. Proses ekstraksi terjadi selama 8 siklus selama 68 menit, sedangkan sirkulasi yang baik seharusnya dilakukan selama 60-120 menit dengan kecepatan 6-8 siklus per 60 menit. Hal tersebut terjadi karena keterbatasan waktu dan larutan yang dihasilkan mulai berubah menjadi tidak berwarna.
Ekstrak tersebut kemudian dipanaskan dalam penangas air yang bertujuan untuk mengevaporasi diklorometan sehingga dihasilkan cairan kental dan warna berubah dari cokelat bening menjadi cokelat pekat. Langkah selanjutnya yaitu larutan tersebut kemudian dinginkan dalam ice-bath dan ditambahkan aseton:heksana (3:7) sambil diaduk. Evaporasi kembali pelarut kemudian didinginkan ekstrak dalam ice bath dan aseton:heksana (3:7) dingin sambil diaduk, lalu didinginkan selama 10 menit sampai terbentuk kristal jarum. Namun setelah beberapa menit tidak terjadi pembentukan kristal. Sehingga dilakukan lagi evaporasi dan penambahan aseton heksana. Tetapi kristal tetap tidak terbentuk sehingga praktikum dihentikan.
Kegagalan dari praktikum ini mungkin diakibatkan karena kurang lamanya proses ekstraksi sehingga ekstrak piperinnya belum sepenuhnya didapat. Hal lain juga mungkin disebabkan karena massa lada yang digunakan terlalu sedikit. Meskipun tidak dihasilkan kristal larutan tersebut tetap disaring dengan kertas saring dan dikeringkan. Setelah dilakukan penimbangan ternyata berat kertas saring bertambah. Namun penambahan berat kertas saring ini diduga bukan karena adanya kristal piperin melainkan zat pengotor. Berdasarkan literatur titik leleh piperin yaitu sekitar 127-129,5 oC.
Kesimpulan
            Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa isolasi senyawa piperin yang berada dalam lada putih dapat dilakukan dengan metode ekstraksi soxhlet dengan menggunakan pelarut diklorometan karena memilki sifat kepolaran yang sama, yaitu bersifat polar.
Referensi
Anwar, C. 1994. Pengantar Praktikum Kimia Organik. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.
Bernasconi. 1995. Teknik Kimia II. Jakarta: Pradya Paramitha.
Khokar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Universitas  Indonesia.
Purwani. 2008. Ekstraksi Neodenium mamakai Asam 01-2 etil heksil fosfat. Yogyakarta: UGM Press.
Sastrohamidjojo, Hardjono. 1996. Sumber Bahan Alam. Yogyakarta: UGM Press.
Septiatin, Eatin. 2008. Apotek Hidup dari Rempah-Rempah, Tanaman Hias, dan Tanaman Liar. Bandung : CV.Yrama Widya.
Underwood, A.L, Day, R.A. 1981. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga.
Saran
            Peralatan dilaboratorium hendaknya ditambah atau diperlengkap agar praktikum dapat berjalan lebih lancar dan tidak saling meminjam.
Nama Praktikan
Fajrin Nurul Hikmah (121810301022)


Rabu, 08 April 2015

KEKENTALAN DAN TENAGA PENGAKTIFAN ALIRAN




logo_unej_100x93.png

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK I
KEKENTALAN DAN TENAGA PENGAKTIFAN ALIRAN



Nama              : Fajrin Nurul Hikmah
NIM                : 121810301022
Kelompok      : V (Lima)
Kelas               : B
Asisten            : Ika Puji Lestari




LABORATORIUM KIMIA FISIKA
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS JEMBER
2014
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1  Latar belakang
Setiap zat cair mempunyai sifat kental dan koefisien kekentalan yang berbeda-beda. Suatu zat cair memiliki kemampuan tertentu sehingga suatu padatan yang dimasukan kedalamnya mendapat gaya tahanan yang diakibatkan peristiwa gesekan antara permukaan padatan tersebut dengan zat cair. Misalnya, apabila kita memasukkan sebuah bola kecil kedalam zat cair, terlihatlah batu tersebut mula-mula turun dengan cepat kemudian melambat hingga akhirnya sampai didasar zat cair. Hambatan-hambatan itulah yang kita namakan sebagai kekentalan (viskositas). Akibat viskositas zat cair itulah yang menyebabkan terjadinya perubahan terhadap kecepatan batu.
Kekentalan adalah sifat zat cair untuk melawan tegangan geser pada waktu bergerak/mengalir. Kekentalan zat cair ini disebabkan adanya kohesi (gaya tarik menarik) antar partikel zat cair. Zat cair ideal dianggap tidak mempunyai kekentalan, dan zat cair riil dianggap mempunyai kekentalan. Contoh zat cair yang mempunyai kekentalan basar yaitu oli, sirup, dan minyak sayur, sedangkan yang mempunyai kekentalan kecil yaitu air dan bensin.

1.2  Tujuan
1.    Mengamati angka kental relatif suatu zat cair dengan cara menggunakan air sebagai pembanding.
2.    Menentukan tenaga pengaktifan zat cair.
3.    Membandingkan angka kental zat cair dengan kedua metode.

1.3  Tinjauan Pustaka
1.3.1        MSDS
a. Air (akuades)
Bahan yang digunakan adalah air atau akuades. Aquades berbentuk cairan dan tidak berwarna. Aquades tidak berbau dan tidak mempunyai rasa yang khusus. Berat molekul aquades adalah 18,2 g/mol. pH aquades adalah 7 yang berarti aquades ber-pH normal. Titik didih aquades yaitu sebesar 100°C (212°F). Tekanan uap pada aquades adalah 2,3 kPa dengan densitas uap sebesar 0,62. Massa jenis dari aquades adalah 1 g/L. Potensi Efek Kesehatan Akut yang bisa ditimbulkan bila terkena aquades yaitu tidak korosif bagi kulit. tidak iritasi bagi kulit. tidak sensitizer untuk kulit. tidak mengiritasi mata. tidak berbahaya apabila tertelan, tidak berbahaya apabila terhirup. Tidak menimbulkan iritasi bagi paru-paru dan tidak sensitizer untuk paru-paru. Potensi Efek Kesehatan kronis yang mungkin bisa ditimbulkan oleh bahan ini yaitu tidak korosif bagi kulit. tidak mengiritasi kulit. tidak mengiritasi mata. Bahan ini tidak memiliki efek karsinogenik, efek mutagenik dan efek teratogenik bagi manusia.  Aquades adalah bahan yang tidak mudah terbakar sehingga penanganan pada kebakaran tidak diperlukan. Apabila bahan ini tumpah dalam volume yang kecil maka cukup ditangani dengan mengepel tempat yang terkena bahan atau menyerap dengan bahan kering inert dan menempatkan dalam wadah pembuangan limbah yang baik. Apabila bahan yang tumpah dalam volume banyak maka bisa ditangani dengan diserap memakai bahan inert dan menempatkan bahan yang tertumpah dalam pembuangan limbah yang baik. Penyimpanan bahan ini tidak dmemerlukan tempat yang khusus. Bahan bisa disimpan di tempat yang bersih dan bersuhu normal. Alat pelindung diri yang bisa di pakai saat memakai bahan ini adalah memakai jas lab. Kaca mata pelindung. masker dan sarung tangan (Anonim, 2013).
b.  Aseton
Aseton berbentuk cairan dan memiliki bau yang harum. Aseton mempunyai warna yang jelas dan mempunyai rasa yang agak manis. Berat molekul aseton yaitu 58.08 g / mol.Titik didih yang dimiliki aseton yaitu 56,2 ° C (133,2 °/ F ) dan titik leburnya yaitu -95,35 ( -139,6 °/ F ). Suhu kritis pada aseton yaitu 235 ° C ( 455 ° /F ). Berat jenis pada aseton yaitu 0.79 ( Air = 1 ). Aseton apabila terkena manusia akan berbahaya bagi kulit, mata. Aseton merupakn racun bagi sistem saraf. Mungkin menjadi racun bagi ginjal, sistem reproduksi, hati, kulit. Tindakan pertolongan pertama apabila terkena bahan ini adalah apabila terkena mata maka periksa dan lepaskan lensa kontak . Segera basuh mata dengan air selama minimal 15 menit dengan kelopak mata terbuka. Dapat menggunakan air dingin. Apabila terkena kulit maka segera siram kulit dengan  air. Tutupi kulit yang teriritasi dengan yg melunakkan. Apabila terhirup maka segera pindah untuk mencari udara segar. Jika tidak bernapas, berikan pernapasan buatan. Jika sulit bernapas, berikan oksigen. Dapatkan medis perhatian jika gejala muncul. apabila ertelan jangan memancing korban untuk muntah kecuali diarahkan untuk melakukannya oleh tenaga medis. Dilarang memberikan apapun melalui mulut kepada korban. Kendurkan pakaian ketat seperti kerah , dasi , ikat pinggang. Bahan ini mudah terbakar di hadapan nyala api terbuka dan percikan api. Jika terjadi kebakaran kecil maka gunakan bubuk kimia kering. Namun jika kebakaran besar maka gunakan busa alkohol, semprotan air atau kabut. apabila tumpah dalam jumlah sedikit maka encerkan dengan air dan mengepel, atau menyerap dengan bahan kering inert dan menempatkan dalam wadah pembuangan limbah yang baik. Apabila tumpah dalam jumlah besar jauhkan dari panas. Jauhkan dari sumber api. Hentikan kebocoran jika tanpa risiko. Simpan bahan dalam tempat terkunci. Jauhkan dari panas. Jauhkan dari sumber api. Gunakan perlindungan pribadi seperti Splash kacamata. Lab mantel. Respirator uap. Sarung tangan (Anonim, 2014).

c.  Alkohol
Alkohol yang dimaksudkan adalah etanol. Hal ini karena pada umumnya etanol yang digunakan pada berbagai macam minuman.  Alkohol ini berupa cairan tak berwarna, mudah menguap pada suhu rendah dan juga mudah terbakar. Alkohol dapat larut dalam air dan pelarut organik. Jika alkohol terkena mata akan menyebabkan iritasi mungkin meneyebabkan konjungtivitas dan ganguan pada kornea. Penanganannya adalah dengan membilas dengan air bersih sebanyak-banyaknya selama kurang lebih 15 menit. Jika tertelan, alkohol dengan konsentrasi tinggi memungkinkan terjadinya sakit kepala, pusing, atau bahkan koma. Saat konsentrasi rendah juga dapat menimbulkan pusing. Tindakan penanganan adalah dengan memberiakan susu atau air putih, namun jangan berikan makanan dan segera rujuk ke tempat medis. Jika terhirup berpeluang menimbulkan efek mutagenik. Jika terhirup maka segera dibawa ke udar terbuka. Jika terdapat gangguan nafas, maka berikan bantuan pernafasan atau oksigen. Penyimpanan dilakukan di tempat yang tertutup, bersih, dan pada temperatur kamar (Anonim, 2014).
1.3.2        Dasar Teori
                 Kekentalan adalah suatu sifat sistem yang sangat erat hubungannya dengan proses aliran. Dipandang dari dua lapisan zat alir ( zalir ) masing-masing mempunyai zat A, jarak kedua lapisan dy bergerak dengan arah yang sama dan mempunyai selisih kecepatan dv, kekentalan Ξ· yang didefinisikan sebagai :
                 F = -A Ξ· dv/dy ,    
F : gaya gesek yang bersifat melawan aliran (tanda negative menunjukkan arah gaya gesek berlawanan dengan arah kecepatan nisbi dv) (Tim Penyusun, 2014).
                 Sebagai sifat sistem, kekentalan mempunyai hubungan dengan sifat sistem yang lain, misalnya temperatur. Pengaruh temperatur terhadap kekentalan zat cair dapat dinyatakan dengan persamaan :
           ln Ξ· = ln a + E / ( RT ),      
dimana a dan e adalah tetapan.
persamaan ini dapat dinyatakan :
           Ξ· = A exp [  E/(RT) ],        
E adalah tenaga pengaktifan aliran, yang harganya dapat ditentukan dengan cara membuat grafik ln Ξ· dengan 1/T (Tim Penyusun, 2014).
Viskositas suatu cairan murni atau larutan merupakan indeks hambatan aliran cairan. Viskositas dapat diukur dengan mengukur laju aliran cairan yang melalui tabung berbentuk silinder. Cara ini merupakan salah satu cara yang paling mudah dan dapat digunakan baik untuk cairan maupun gas (Bird, 1993).
Viskositas adalah indek hambatan alir cairan. Viskositas dapat diukur dengan mengukur laju aliran cairan yang melalui tabung berbentuk silinder. Viskositas ini juga di sebut sebai kekentalan suatu zat. Jumlah volume cairan yang mengalir melalui pipa per satuan waktu :
Ξ·          = viskositas cairan
V         = total volume cairan
t           = waktu yanf bibutuhkan untuk mengalir
P          = tekanan yang bekerja pada cairan
L          = panjang pipa
(Bird, 1993).
Makin kental suatu cairan, makin besar gaya yang dibutuhkan untuk membuatnya mengalir pada kecepatan tertentu. Viskositas dispersi kolodial dipengaruhi oleh bentuk partikel dari fase dispers. Koloid-koloid berbentuk bola membentuk sistem dispersi dengan viskositas rendah, sedang sistem dispersi yang mengandung koloid-koloid linier viskositasnya lebih tinggi. Hubungan antara bentuk dan viskositas merupakan refleksi derajat solvasi dari partikel (Moechtar,1990).
Cairan mempunyai gaya gesek yang lebih besar untuk mengalir daripada gas,hingga cairan mempunyai koefisien viskositas yang lebih besar daripada gas. Viskositas gas bertambah dengan naiknya temperatur. Koefisien viskositas gas pada tekanan tidak terlalu besar, tidak tergantung tekanan,tetapi untuk cairan naik dengan naiknya tekanan (Bird, 1993).
Pada viskometer Ostwald yang diukur adalah waktu yang dibutuhkan oleh sejumlah tertentu cairan untuk mengalir melalui pipa kapiler dengan gaya yang disebabkan oleh berat cairan itu sendiri. Pada percobaan sebenarnya, sejumlah tertentu cairan dipipet kedalam viscometer. Cairan kemudian diisap melalui labu pengukur dari viscometer sampai permukaan cairan lebih tinggi dari pada batas “a”, stopwatch mulai dinyalakan dan ketika cairan melewati batas “b”, stopwatch dimatikan. Jadi waktu yang dibutuhkan cairan untuk melalui jarak antara “a” dan “b” dapat ditentukan. Tekanan P merupakan perbedaan tekanan antara kedua ujung pipa U dan besarnya diasumsikan sebanding dengan berat jenis cairan (Atkins ,1997).
            Viskometer lain yang dapat digunakan untuk mengukur viskositas adalah viskometer Hoppler. Pada viskometer ini yang diukur adalah waktu yang dibutuhkan oleh sebuah bola logam untuk melewati cairan setinggi tertentu. Suatu benda karena adanya gravitasi akan jatuh melalui medium yang berviskositas dengan kecepatan  yang semakin besar sampai mencapai kecepatan maksimum (Sukardjo, 1997).
Pada viskometer oswald yang diukur adalah waktu yang dibutuhkan oleh sejumlah tertentu cairan untuk mengalir melalui pipa kapiler dengan gaya yang disebabkan oleh berat cairan itu sendiri. Pada percobaan sebenarnya, sejumlah tertentu cairan (misalnya 10 cm3, bergantung pada ukuran viskometer) dipipet ke dalam viskometer. Cairan kemudian dihisap melalui labu pengukur dari viskometer sampai permukaan cairan lebih tinggi daripada batas a. Cairan kemudian dibiarkan turun. Ketika permukaan cairan turun melewati batas a, stopwatch mulai dinyalakan dan ketika cairan melewati batas b, stopwatch dimatikan. Jadi waktu yang dibutuhkan cairan untuk melalui jarak antara a dan b dapat ditentukan. Tekanan P merupakan perbedaan tekan antra kedua ujung pipa U dan besarnya disesuaikan sebanding dengan berat jenis cairan (Respati, 1981).
Pada Viskometer Hoppler yang diukur adalah waktu yang dibutuhkan oleh sebuah bola logam untuk melewati cairan setinggi tertentu. Suatu benda karena andanya gravitasi akan jatuh melaui medium yang berviskositas (seperti cairan misalnya), dengan kecepatan yang semakin besar sampai mencapai kecepatan maksimum. Kecepatan maksimum akan tercapai bila gravitas sama dengan frictional resistance medium (Bird, 1993).
 


BAB 2. METODELOGI  PERCOBAAN

2.1 Alat
-       Viskosimeter Ostwaltd
-       Piknometer bertermometer 1
-       Corong gelas
-       Stopwatch
2.2 Bahan
-       Air
-       Aseton
-       Alkohol
-       Zat X



















2.3  Cara  Kerja
2.3.1 Cara Ostwalts


 


-       Ditentukan rapat dengan piknometer
-       Dibersihkan betul-betul alat dengan asam
-       Dikeringkan dengan pompa
-       Diisi dengan air secukupnya, air dinaikkan lebih tinggi dari tanda paling atas
-       Dihidupkan stopwatch
-       Dimatikan stopwatch saat setelah tanda paling bawah, lalu ditentukan waktu alir
-       Diulangi untuk alcohol, aseton, dan zat x


Hasil
 
 


Bola
 
2.3.2 Cara Hoppler


 
-          Ditentukan rapat bola dan rapat zat cair dengan piknometer
-          Dimasukkan bola ke dalam tabung miring yang telah diisi aquades
-          Dihidupkan stopwatch setelah tanda paling atas
-          Dimatikan stopwatch setelah melewati tanda paling bawah
-          Ditentukan waktunya.
-          Diulangi sebanyak 3 kali dengan tabung di balik.
-         
Hasil

 
Diulang lagi percobaan B dan C, dengan zat cair lain, yaitu: air, alkohol, aseton, dan zat X.


BAB 3. DATA PERCOBAAN DAN PERHITUNGAN

3.1.  Data/Hasil Percobaan
No
Zat
Temperatur ()
Massa 1
(gram)
Massa 2
(gram)
Massa 3
(gram)
Waktu
(sekon)
Waktu
(sekon)
1
air
30,05
35,44
35,44
35,40
25,1
25,3
2
Alkohol
27
33,41
33,40
33,40
34,2
34,2
33
33,38
33,37
33,37
41,5
41,3
38
33,29
33,29
33,29
40,4
40,6
3
Aseton
27
34,00
34,00
34,01
14,3
14,1
33
33,90
33,89
33,89
14,4
14,7
38
33,43
33,42
33,40
14,0
13,8
4
Zat x
27
35,16
35,16
35,16
32,1
32,7
33
35,19
35,19
35,18
31,7
31,6
38
35,18
35,18
35,18
30,0
29,9

3.2 Perhitungan

Zat
Temperatur
(oC)
Massa Zat
 (gram)
(gr/mL)
 
1/T
ln
Alkohol
27
7,14
0,714
0,83
0.00333
-0,18
33
7,11
0,711
1,01
0,00326
-0,009
38
7,03
0,703
0,97
0,00321
-0,97
Aseton
27
7,74
0,774
0,375
0.00333
-0,98
33
7,63
0,763
0,378
0,00326
-0,97
38
7,16
0,716
0,34
0,00321
-1,07
Zat X
27
8,90
0,890
0,98
0.00333
-0,02
33
8,93
0,893
0,96
0,00326
-0,04
38
8,92
0,892
0,91
0,00321
-0,09


BAB 4. PEMBAHASAN

Percobaan kali ini adalah kekentalan dan tenaga pengaktifan aliran yang bertujuan untuk mengamati angka kekentalan angka kental relatif suatu zat cair dengan cara menggunakan air sebagai pembanding dan  untuk menentukan tenaga pengaktifan zat cair.
Metode yang digunakan pada percobaan ini adalah metode Ostwald. Cara Ostwald berdasarkan hukum Heagen Poiseuille dengan  prinsipnya didasarkan pada waktu yang dibutuhkan oleh sejumlah tertentu cairan untuk mengalir melalui pipa kapiler dengan gaya yang disebabkan oleh berat cairan itu sendiri. Waktu alir dari cairan yang diuji dibandingkan dengan waktu yang dibutuhkan air  yang viskositasnya sudah diketahui untuk melewati 2 tanda tersebut. Kemudian diukur juga massa jenis suatu zat menggunakan piknometer. Kekentalan suatu zat cair juga bisa disebut viskositas. Viskositas menggambarkan penolakan dalam fluida kepada aliran dan prinsip ini dapat digunakan sebagai sebuah cara untuk mengukur gesekan fluida.
Viskositas itu sendiri dipengaruhi oleh banyak faktor, beberapa diantaranya adalah temperatur dan tekanan. Semakin tinggi temperatur maka semakin rendah nilai kekentalan. Hal ini disebabkan gaya-gaya kohesi pada zat cair bila dipanaskan akan mengalami penurunan dengan semakin bertambahnya temperatur pada zat cair yang menyebabkan berturunnya viskositas dari zat cair tersebut. Oleh karena itu, semakin tinggi temperatur maka cairan semakin encer. Suatu viskositas akan menjadi lebih tinggi jika temperatur mengalami penurunan karena pada saat temperatur di naikkan maka partikel-partikel penyusun zat tersebut bergerak secara acak sehingga kekentalan akan mengalami penurunan, jika temperatur mengalami penurunan akan terjadi kenaikan viskositas.
Langkah pertama yaitu menentukan massa jenis. Pengukuran massa jenis dilakukan dengan memasukkan zat ke dalam piknometer 10 mL kemudian menimbangnya sebanyak tiga kali. Penimbangan ini bertujuan agar didapatkan hasil rata-rata sehingga dapat mengurangi kesalahan penimbangan. Setelah dilakukan penimbangan maka akan diperoleh hasilnya seperti pada tabel 3.1 kolom massa, dari hasil tersebut dapat diamati untuk zat yang sama pada suhu yang berbeda maka akan mengalami perbedaan massa zat. Pengukuran massa jenis ini dilakuakn pada tiga variasi temperatur yang berbeda karena ada pengaruh temperatur suatu zat terhadap massa jenisnya. Ketika temperatur naik maka interaksi antar molekulnya akan menurun dan pergerakan partikel menjadi lebih cepat. Penurunan interaksi ini akan mengakibatkan rapatan molekul juga menurun sehingga massanya juga menurun. Karena massa jenis dpengaruhi oleh massa suatu zat, maka pada temperatur yang meningkat massa jenis suatu zat akan menurun. Sebaliknya ketika temperatur diturunkan pergerakan partikel berkurang, interaksi antar molekunya menjadi lebih besar, dan rapatannya meningkat sehingga massa dari suatu zat akan bertambah. Massa yang bertambah akan menyebabkan massa jenis suatu zat meningkat. Pada percobaan ini penurunan massa jenis setiap bahan sangat kecil. Namun pada zat X semakin tinggi suhunya nilai massa jenisnya ada yang tidak berkurang. Hal ini diakibatkan karena kurangnya ketelitian praktikan dalam melakukan praktikum.
Percobaan kali ini juga menentukan kekentalan suatu zat. Pengukuran ini dapat dilakukan dengan membandingkan angka kekentalan air yang telah diketahui pada tabel dengan angka kekentalan zat X, aseton, dan alkohol. Persamaan yang digunakan adalah
Kekentalan suatu zat juga dapat digunakan untuk mengetahui besar energi pengaktifan atau energi aktifasi. Energi pengaktifan aliran adalah energi yang dibutuhkan untuk mengaktifkan gerakan-gerakan partikel zat cair secara kontinu sehingga menghasilkan sebuah aliran. Semakin kental suatu zat cair maka energi pengaktifan semakin kecil. Sebaliknya, semakin rendah tingkat kekentalan maka waktu yang dibutuhkan oleh suatu zat cair untuk bergerak mengalir akan semakin cepat. Energi pengaktifan dapat diperoleh dengan memplotkan ln  pada sumbu y dan  pada sumbu x. Dari grafik tersebut akan diketahui nilai slop atau kemiringan (m). Persamaan untuk menghitung energi pengaktifan adalah . R merupakan ketetapan gas ideal yaitu 8,134 JK-1mol-1. Dari persamaan tersebut dapat diketahui besarnya energi pengaktifan dari masing-masing zat yang dicari.
Berikut grafik hubungan ln  dengan .
y = mx + c
= -1343x + 4,320

m =   E = m x R  (R = 8,314 j / k mol)
 = -1343 x 8,314 j / k mol
 = -11165 j = -11,165 Kj = 11,165 Kj

y = mx + c
= 692,6x-3,269

m =   E = m x R  (R = 8,314 j / k mol)
 = 0,029 x 8,314 j / k mol
 = 5758,27 j = 5,75827 Kj.

y = mx + c
= 564,2x - 1,893
m =   E = m x R  (R = 8,314 j / k mol)
 = 564,2x 8,314 j / k mol
 = 4691 j = 4,691 Kj


BAB 5. KESIMPULAN

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
a.       Angka kekentalan zat cair dapat ditentukan dengan cara oswald menggunakan air sebagai pembanding, dimana semakin tinggi suhu maka semakin rendah angka kekentalannya.
b.      Besarnya tenaga pengaktifan zat cair dengan menggambarkan grafik antara ln Ξ· dan 1/T yaitu pada aseton 5,75827 Kj. Alkohol 11,165 Kj. Dan pada zat X 4,691 Kj
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2014. MSDS Akuades. http://www.scienelab.com/msds/php?msdsld= 9927321. [12 Maret 2014].
Anonim. 2014. MSDS Alkohol. http://www.scienelab.com/msds/php?msdsld= 99222822. [12 Maret 2014].
Anonim. 2014. MSDS Aseton. http://www.scienelab.com/msds/php?msdsld= 9927062. [12 Maret 2014].
Atkins, P.W. 1997. Kimia Fisika. Jakarta : Erlangga.
Bird, Tony. 1993. Kimia Fisik untuk Universitas. Jakarta : PT. Gramedia.
Moechtar, 1990, Farmasi Fisik, UGM-press: Yogyakarta.
Respati, H. 1981. Kimia Dasar Terapan Modern. Jakarta : Erlangga
Sukardjo. 1989. Kimia Fisik. Yogyakarta : Rineka Cipta
Tim Kimia Fisika I. 2014. Penuntun Praktikum Kimia Fisika I. Jember: FMIPA Universitas Jember
 

Perhitungan

Massa Piknometer kosong + tutup = 26, 2581 g        (1)
 = 26, 2581 g         (2)
 = 26, 2584 g         (3)
Rata-rata                        = 26, 2582 g = 26,26 g
Massa piknometer + air =  35,4384g   (1)
                                       = 35,4388 g  (2)
                                       = 35,3810 g  (3)
Rata-rata                        = 35,4194 g = 35,42 g
air     =    ( (massa piknometer + air) – (massa piknometer kosong + tutup))
air (1) =  = 0, 918 g/mL
air (2) =
=  = 0, 918 g/mL
air (3) =
  =  = 0, 918 g/mL
 air =  = 0, 918 g/mL
ΓΌ  Masaa jenis Aseton, Alkohol, dan Zat X

Massa jenis Alkohol
Massa =  =  = 7,14 g
 1          =  = = 0,714 g/mL     (T1)
Massa =  =  = 7,11 g
 2          =  = = 0,711 g/mL     (T2)
Massa =  =  = 7,03 g
 3          =  = = 0,703 g/mL(T3)

Massa jenis Aseton
Massa =  =  = 7,74 g
 1          =  = = 0,774 g/mL        (T1)
Massa =  =  = 7,63 g
 2          =  = = 0,763 g/mL        (T2)
Massa =  =  = 7,16 g
 3          =  = = 0,716 g/mL       (T3)

Massa jenis Zat X
Massa =  =  = 8,9 g
 1          =  = = 0,89 g/mL            (T1)
Massa =  =  = 8,93 g
 2          =  = = 0,893 g/mL                      (T2)
Massa =  =  = 8,92 g
 3          =  = = 0,892 g/mL         (T3)



ΓΌ  Harga kekentalan ( ) bahan :
·          aseton
 =  
 =    
=
 = 0,406                                (T1)
 =    
=             
 = 0,408                                (T2)
 =  
=
 = 0,367                                (T3)
·          alkohol
             =  
             =  
             =           
            alkohol = 0,902                                (T1)
              =
              =                      
            alkohol = 1,09                                  (T2)
 =
              =          
            alkohol = 1,05                                  (T3)
·          Zat X
 =  
 =
 =
            = 1,06                          (T1)
 =
 =
   = 1,04                         (T2)
 =
   =
             = 0,98                          (T3)

Aseton
1.      Ln 0,406= -0,90
2.      Ln 0,408= -0,89
3.      Ln 0,367= -1,00
Alkohol
1.      Ln 0,902= -0,103
2.      Ln 1,09= 0,086
3.      Ln 1,05= 0,048
Zat X
1.      Ln 1,06= 0,058
2.      Ln 1,04= 0,039
3.      Ln 0,98= -0,020


ΓΌ  Tenaga Pengaktifan zat cair
·         Aseton


            y = mx + c
= 770,6x – 3,447

m =    E = m x R  (R = 8,314 j / k mol)
 = 770,6 x 8,314 j / k mol
 = 6406,77 j = 6,40 Kj.

·         Alkohol


y = mx + c
= -1350x + 4,320

m =    E = m x R  (R = 8,314 j / k mol)
 = -1350 x 8,314 j / k mol
 = -11223,9 j = -11,22 Kj

·         Zat X


y = mx + c
= 625,6x - 1,893
m =    E = m x R  (R = 8,314 j / k mol)
 = 625,6x 8,314 j / k mol
 = 5201,23 j = 5,20 Kj